Labels

Selasa, 22 April 2014

Nilai Moral Pancasila




UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab mejadi sebuah alasan kenapa sangat diperlukannya sebuah pendidikan karakter dan menjadi sebuah dasar dalam artikel ini.
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral, dalam kata lain karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Dalam agama islam terdapat sebuah dalil yang berbunyi “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti (HR Ahmad).” Menjelaskan bahwa utusan tuhan dari agama islam mempunyai tugas menyempurnakan akhlak umatnya, dalam artian sebagai umat manusia memiliki kewajiban untuk memperbaiki akhlak yang selama ini kita miliki. Negara Indonesia sebagai salah satu Negara di atas bumi ini menganut paham ketuhanan sebagaimana tercantum dalam Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai warga Indonesia sudah berkewajiban untuk menerapkan akhlak atau nilai karakter dalam menjalankan suatu aktifitas sehari-hari. Apabila akhlaq atau karakter dalam sila-sila Pancasila tersebut diperhatikan dan dibandingkan dengan realitas social, ternyata memang banyak terjadi ketidaksesuaian antara teori dan praktik dalam bernegara, berbangsa, beragama dan bermasyaraka.
Sedangkan pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil, Ali Ibrahim Akbar (2000) ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga lemah sekali dalam penguasaan soft skill.
Albertus (2010:03) menyatakan bahwa pendidikan karakter terdiri dari dua kata yang apabila dipisahkan memiliki makna masing-masing. Pendidikan adalah selalu berkaitan dengan hubungan social manusia, manusia sejak lahir tidak dapat hidup sendiri tetapi membutuhkan orang lain, sedangkan karakter bersifat lebih subjektif hal tersebut dikatakan demikian karena berkaitan dengan struktur antopologis manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasan.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka  membina kepribadian generasi muda.
Tambahan dari Darmawan Iskandar (2010) Menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu makna dan ukuran yang tepat dan akurat yang mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri. diantara Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa,  ada 18 unsur dan nilai yang mana diantaranya adalah : 1. Religius; 2. Jujur; 3. Toleransi; 4. Disiplin; 5. Kerja Keras; 6. Kreatif; 7. Mandiri; 8. Demokratis; 9. Rasa Ingin Tahu; 10. Semangat Kebangsaan; 11. Cinta Tanah Air; 12. Menghargai Prestasi; 13. Bersahabat atau Komuniktif; 14. Cinta Damai; 15. Gemar Membaca; 16. Peduli Lingkungan; 17. Peduli Sosial, dan 18. Tanggung Jawab.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata, dari semua itu adalah beberapa pengantar bahwa peran pancasila dalam pendidikan karakter atau dapat disebut pancasila adalah sistem etika ukan, antara  lain sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa.
Pancasila juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,  kerakyatan  dan  keadilan.  Oleh  karena  itu,  Pancasila secara  normatif  dapat  dijadikan  sebagai  suatu  acuan  atas tindakan  baik,  dan  secara  filosofis  dapat  dijadikan  perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai  suatu  nilai  yang  terpisah  satu  sama  lain,  nilai-nilai tersebut  bersifat  universal,  dapat  ditemukan  di  manapun  dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang utuh, nilai-nilai  tersebut  memberikan  ciri  khusus  pada  ke-Indonesia-an karena  merupakan  komponen  utuh  yang  terkristalisasi  dalam  Pancasila.  Meskipun para founding fathers mendapat pendidikan dari  Barat,  namun  causa  materialis  Pancasila  digali  dan bersumber  dari  agama,  adat  dan  kebudayaan  yang  hidup  di Indonesia. 
Oleh  karena  itu,  Pancasila  yang  pada  awalnya merupakan  konsensus  politik  yang  memberi  dasar  bagi berdirinya  negara  Indonesia,  berkembang  menjadi  konsensus moral  yang  digunakan  sebagai  sistem  etika  yang  digunakan untuk mengkaji moralit hal ini pernah didisampaikan dalam Seminar “Kurikulum/Modul Pembelajaran Pendidikan Jarak Jauh Pancasila”,yang  diselenggarakan  atas  kerjasama  UGM  dan DIKTI di Hotel Novotel Yogyakarta tanggal 28 November 2012.
Nilai pancasila yang ditanamkan kepada anak didik tergantung pula dengan wilayah atau daerah anak didik tersebut, seperti Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya. Lengkapnya adalah :
  • Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
  • Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
  • Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
  • Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri
  • Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
  • Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
  • Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
  • Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
  • Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
  • Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Sumber-sumber
2.      Albertus, Doni Koesoema. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: PT. Grasindo, 2007.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About