UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab mejadi sebuah alasan kenapa sangat diperlukannya sebuah pendidikan
karakter dan menjadi sebuah dasar dalam artikel ini.
Istilah karakter
dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan
berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral, dalam kata
lain karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Dalam agama islam terdapat sebuah dalil yang
berbunyi “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti (HR
Ahmad).” Menjelaskan bahwa utusan tuhan dari agama islam mempunyai tugas
menyempurnakan akhlak umatnya, dalam artian sebagai umat manusia memiliki
kewajiban untuk memperbaiki akhlak yang selama ini kita miliki. Negara
Indonesia sebagai salah satu Negara di atas bumi ini menganut paham ketuhanan
sebagaimana tercantum dalam Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai
warga Indonesia sudah berkewajiban untuk menerapkan akhlak atau nilai karakter
dalam menjalankan suatu aktifitas sehari-hari. Apabila akhlaq atau karakter
dalam sila-sila Pancasila tersebut diperhatikan dan dibandingkan dengan
realitas social, ternyata memang banyak terjadi ketidaksesuaian antara teori
dan praktik dalam bernegara, berbangsa, beragama dan bermasyaraka.
Sedangkan pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil, Ali Ibrahim Akbar (2000) ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi
lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill
dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia
bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada
hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat Indonesia sendiri juga
lemah sekali dalam penguasaan soft skill.
Albertus (2010:03) menyatakan bahwa pendidikan
karakter terdiri dari dua kata yang apabila dipisahkan memiliki makna
masing-masing. Pendidikan adalah selalu berkaitan dengan hubungan social
manusia, manusia sejak lahir tidak dapat hidup sendiri tetapi membutuhkan orang
lain, sedangkan karakter bersifat lebih subjektif hal tersebut dikatakan
demikian karena berkaitan dengan struktur antopologis manusia dan tindakannya
dalam memaknai kebebasan.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki
esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang
baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria
manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara
yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum
adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan
karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Tambahan dari Darmawan Iskandar (2010) Menyatakan
bahwa pendidikan merupakan
proses yang terjadi secara terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih
tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar
intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
Nilai-nilai pendidikan sendiri adalah suatu makna dan
ukuran yang tepat dan akurat yang mempengaruhi adanya pendidikan itu sendiri. diantara Nilai-nilai
dalam Pendidikan Karakter Bangsa, ada 18 unsur dan nilai yang mana
diantaranya adalah : 1. Religius; 2. Jujur; 3. Toleransi; 4. Disiplin; 5. Kerja
Keras; 6. Kreatif; 7. Mandiri; 8. Demokratis; 9. Rasa Ingin Tahu; 10. Semangat
Kebangsaan; 11. Cinta Tanah Air; 12. Menghargai Prestasi; 13. Bersahabat atau
Komuniktif; 14. Cinta Damai; 15. Gemar Membaca; 16. Peduli Lingkungan; 17.
Peduli Sosial, dan 18. Tanggung Jawab.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara
nyata, dari semua itu adalah beberapa pengantar bahwa peran pancasila dalam
pendidikan karakter atau dapat disebut pancasila adalah sistem etika ukan,
antara lain sebagai dasar negara,
pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa.
Pancasila juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan.
Oleh karena itu,
Pancasila secara normatif dapat
dijadikan sebagai suatu
acuan atas tindakan baik,
dan secara filosofis
dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat. Sebagai
suatu nilai yang
terpisah satu sama
lain, nilai-nilai tersebut bersifat
universal, dapat ditemukan
di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan
nilai yang utuh, nilai-nilai
tersebut memberikan ciri
khusus pada ke-Indonesia-an karena merupakan
komponen utuh yang
terkristalisasi dalam Pancasila.
Meskipun para founding fathers mendapat pendidikan dari Barat,
namun causa materialis
Pancasila digali dan bersumber
dari agama, adat
dan kebudayaan yang
hidup di Indonesia.
Oleh
karena itu, Pancasila
yang pada awalnya merupakan konsensus
politik yang memberi
dasar bagi berdirinya negara
Indonesia, berkembang menjadi
konsensus moral yang digunakan
sebagai sistem etika yang digunakan untuk mengkaji moralit hal ini
pernah didisampaikan dalam Seminar “Kurikulum/Modul Pembelajaran Pendidikan
Jarak Jauh Pancasila”,yang
diselenggarakan atas kerjasama
UGM dan DIKTI di Hotel Novotel
Yogyakarta tanggal 28 November 2012.
Nilai pancasila yang ditanamkan kepada anak didik
tergantung pula dengan wilayah atau daerah anak didik tersebut, seperti Dorothy
Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya.
Lengkapnya adalah :
- Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
- Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
- Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
- Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyeasali diri
- Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
- Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
- Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan
- Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
- Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
- Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Sumber-sumber
2.
Albertus,
Doni Koesoema. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
Jakarta: PT. Grasindo, 2007.
0 komentar:
Posting Komentar